Tentang
Teori Kanker Payudara
Warna Kulit
dan Kanker Payudara
Sudah cukup lama diketahui bahwa estrogen
memainkan peran penting dalam berkembangnya kanker payudara.
Wanita yang mengalami menstruasi pada usia
dini, sebelum umur 12 tahun, dan mereka yang terlambat mengalami menopause,
setelah usia 55 tahun, atau yang melahirkan anak pertama setelah usia 35 tahun,
atau yang sama sekali tidak punya anak, berisiko lebih tinggi terkena penyakit
ini. Estrogen dipercaya merupakan kaitan dari semua hal tersebut di atas dan
banyak obat kanker payudara bekerja dengan cara memblokir hormone wanita tersebut.
Hingga 80 persen penderita tumor payudara didapati menerima estrogen, dan
sekitar 60 persen merespons mendapat perawatan berbasis hormon. Namun, diduga
pula bahwa janin yang terpapar estrogen dengan level yang tinggi bisa jadi
memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker payudara semasa hidup.
Sementara usia mendapat menstruasi dan
menopause, juga jumlah anak yang dilahirkan, mudah ditentukan dan dihitung
risikonya, masalah yang terjadi dengan paparan terhadap janin adalah tidak ada
cara yang jelas untuk mengetahui apa penyebabnya, namun demikian, mungkin
memang ada.
Menurut para peneliti dari sebuah universitas,
warna kulit mungkin adalah jawabannya. Teorinya, warna kulit relative dalam
setiap kelompok ras bisa jadi merupakan penanda paparan terhadap janin. Semakin
terang kulitnya, relative terhadap orang yang berwarna kulit sama, semakin
besar paparan estrogen dan arena itu semakin besar risiko terkena kanker
payudara.
Sementara pigmentasi pada wajah dan bagian
tubuh lain yang terbuka meningkat karena respons terhadap sinar ultraviolet,
hal yang dikenal dengan nama pigmentasi konstitusif, yang diukur dari permukaan
kulit lengan atas bagian dalam, sangat dipengaruhi gen.
Kami menduga bahwa warna kulit konstitusif
pada wanita merupakan penanda level estrogen bagi orang dewasa dan janin
sedemikian rupa sehingga dalam kelompok etnik wanita berkulit terang mengalami
lebih banyak paparan estrogen di dalam rahim maupun setelah dewasa dibandingkan
wanita berkulit gelap, kata mereka. Dengan demikian angka pigmen kulit
konstitusif bisa memperkirakan risiko kanker payudara dan angka yang rendah
bisa mengidentifikasi bahwa seorang individu berisiko tinggi.
Para peneliti mengatakan adanya perbedaan
jenis kelamin dalam warna kulit yang mengindikasikan bahwa pigmentasi
dipengaruihi estrogen dan testosterone, dan bahwa di semua masyarakat, wanita
cenderung berkulit lebih terang daripada pria. Perbedaan gender ini menjadi
lebih jelas pada saat pubertas saat kulit wanita berubah lebih terang dan kulit
pria berubah lebih gelap. Kulit wanita mungkin lebih terang karena memiliki
lebih banyak lemak di bawah kulit yang merupakan sumber estrogen.
Dukungan bagi teori ini datang dari penanda
lain adanya paparan hormone di dalam rahim yaitu rasio panjang jari telunjuk
dan jari manis. Jari manis yang relative panjang merupakan tanda bahwa janin
terpapar estrogen yang levelnya lebih tingi, sementara jari telunjuk yang
relative panjang merupakan penanda paparan estrogen yang meningkat.
Riset menunjukkan bahwa wanita berkulit lebih
terang juga cenderung memiliki jari telunjuk lebih panjang. Yang menarik, dan
untuk melengkapi, kerentanan terhadap kanker payudara juga dihubungkan dengan
jari telunjuk yang relative panjang.
Para peneliti mengatakan bahwa pada riset di masa
depan, angka warna dari pasien kanker payudara dan dari kelompok control seusia
yang sehat harus dicatat dan dibandingkan. Diprediksikan bahwa warna kulit
pasien kanker lebih terang daripada yang sehat. Kulit cerah kemungkinan bisa
dipakai untuk memprediksi keberadaan tumor secara dini, adanya penerimaan
estrogen, dan progresivitas kanker payudara yang cepat. Angka ini juga bisa
membantu dalam penanganan penyakit karena wanita berkulit lebih cerah
kemungkinan cenderung lebih merespons obat pemblokir estrogen.
Lampu Pada Malam Hari Menyebabkan Kanker
Matikan lampu, cabut kabel tv, tutup gorden,
lepaskan penutup mata dan ada kemungkinan anda hidup lebih lama.
Mematikan lampu bisa jadi tidak hanya baik
bagi pemanasan global, menyelamatkan planet, dan mengurangi emisi
karbondioksida (carbon footprint) anda, tetapi juga bisa menurunkan risiko
terkena kanker. Di masa modern, kebanyakan orang menghabiskan hampir semua
waktu terjaga mereka, baik pada siang maupun malam hari, di bawah sinaran
cahaya alami atau buatan dari beragam jenis sumber, sangat berbeda dengan
lingkungan tempat tubuh manusia dan jam tubuh berevolusi. Di masa lalu,
semuanya sangat berbeda. Keadaan kurang lebih hitam atau putih, dengan terang
pada siang dan gelap pada malam hari. Itu artinya kehidupan berjalan tidak
rumit bagi jam tubuh dan penyokong utamanya, hormone melatonin, yang diproduksi
kelenjar pineal sebagai respons terhadap kegelapan dan yang membantu kita tahu kapan
harus tidur dan kapan harus bangun.
Produksi hormone ini memuncak pada tengah
malam, lalu perlahan menurun hingga menjelang fajar. Produksinya dihambat oleh
cahaya, dan itu artinya cahaya berlebih pada lama hari bisa mengakibatkan tubuh
tidak mendapat cukup hormone melatonin, yang juga memiliki peran penting sebagai
antioksidan pelawan penyakit. Beberapa studi terhadap hewan mengindikasikan
melatonin bisa mencegah kerusakan DNA yang disebabkan oleh perkembangan
beberapa jenis kanker.
Stephen Pauley, peneliti dari Idahom
mengatakan bahwa tertekannya produksi melatonin oleh paparan cahaya pada malam
hari bisa jadi merupakan satu alasan mengapa tingkat kanker payudara dan usus
yang lebih tinggi terjadi di Negara berkembang dan bahwa teori ini pantas lebih
diperhatikan. Dia mengatakan bahwa sekarang ada bukti yang mengaitkan paparan
terhadap cahaya pada malam hari dengan kanker payudara dan usus pada pekerja
shift. Dia menunjukkan bahwa lampu modern memancarkan lebih banyak panjang
gelombang biru daripada lampu gas, minyak tanah, dan pijar yang terdahulu, dan
bahwa cahaya biru diduga lebih efektif memblokir melatonin.
Pauley mengatakan bahwa tindakan pencegahan
perlu dimulai sekarang dan semua pemasangan lampu seharusnya dirancang untuk meminimalkan
gangguan terhadap ritme tubuh harian. Kita seharusnya tidur dalam kegelapan
total, menggunakan lampu luar maupun dalam yang nonbiru dan tidak menyilaukan,
dan kantor-kantor seharusnya menggunakan cahaya siang alami, atau jika hal itu
tidak mungkin, menggunaakn cahaya putih berspektrum lengkap.
Penyahayaan ruang dalam pada malam hari harus
redup dan panjang gelombang harus digeser ke kuning dan orange. Membaca
menggunakan lampu pijar, bukan lampu fluoresen, dan TV tidak boleh dibiarkan
menyala selagi kita tidur. Kerai harus ditutup jika ada penerangan jalan, dan
pekerja shift harus tidur siang dalam kegelapan total dengan bantuan penutup
mata.
Sampai lebih banyak riset secara langsung
menghubungkan paparan terhadap cahaya pada malam hari dengan naiknya tingkat
kanker manusia, ada baiknya mempertimbangkan usaha preventif dalam aplikasi
praktik penggunaan cahaya sehari-hari, kata para peneliti. Pekerja shift harus
diberi tahu bahwa studi pendahuluan sekarang mengindikasikan adanya risiko
kesehatan yang diasosiasikan dengan pekerjaan yang dilakukan pada jam kerja
dini hari, dan bahwa risiko kanker
payudara dan usus meningkat sejalan dengan naiknya jumlah hari kerja shift.
No comments:
Post a Comment