Saturday, June 23, 2012

Tentang Teori Kanker Payudara


Tentang Teori Kanker Payudara

Warna Kulit dan Kanker Payudara                  
Sudah cukup lama diketahui bahwa estrogen memainkan peran penting dalam berkembangnya kanker payudara.
Wanita yang mengalami menstruasi pada usia dini, sebelum umur 12 tahun, dan mereka yang terlambat mengalami menopause, setelah usia 55 tahun, atau yang melahirkan anak pertama setelah usia 35 tahun, atau yang sama sekali tidak punya anak, berisiko lebih tinggi terkena penyakit ini. Estrogen dipercaya merupakan kaitan dari semua hal tersebut di atas dan banyak obat kanker payudara bekerja dengan cara memblokir hormone wanita tersebut. Hingga 80 persen penderita tumor payudara didapati menerima estrogen, dan sekitar 60 persen merespons mendapat perawatan berbasis hormon. Namun, diduga pula bahwa janin yang terpapar estrogen dengan level yang tinggi bisa jadi memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker payudara semasa hidup.
Sementara usia mendapat menstruasi dan menopause, juga jumlah anak yang dilahirkan, mudah ditentukan dan dihitung risikonya, masalah yang terjadi dengan paparan terhadap janin adalah tidak ada cara yang jelas untuk mengetahui apa penyebabnya, namun demikian, mungkin memang ada.
Menurut para peneliti dari sebuah universitas, warna kulit mungkin adalah jawabannya. Teorinya, warna kulit relative dalam setiap kelompok ras bisa jadi merupakan penanda paparan terhadap janin. Semakin terang kulitnya, relative terhadap orang yang berwarna kulit sama, semakin besar paparan estrogen dan arena itu semakin besar risiko terkena kanker payudara.
Sementara pigmentasi pada wajah dan bagian tubuh lain yang terbuka meningkat karena respons terhadap sinar ultraviolet, hal yang dikenal dengan nama pigmentasi konstitusif, yang diukur dari permukaan kulit lengan atas bagian dalam, sangat dipengaruhi gen.
Kami menduga bahwa warna kulit konstitusif pada wanita merupakan penanda level estrogen bagi orang dewasa dan janin sedemikian rupa sehingga dalam kelompok etnik wanita berkulit terang mengalami lebih banyak paparan estrogen di dalam rahim maupun setelah dewasa dibandingkan wanita berkulit gelap, kata mereka. Dengan demikian angka pigmen kulit konstitusif bisa memperkirakan risiko kanker payudara dan angka yang rendah bisa mengidentifikasi bahwa seorang individu berisiko tinggi.
Para peneliti mengatakan adanya perbedaan jenis kelamin dalam warna kulit yang mengindikasikan bahwa pigmentasi dipengaruihi estrogen dan testosterone, dan bahwa di semua masyarakat, wanita cenderung berkulit lebih terang daripada pria. Perbedaan gender ini menjadi lebih jelas pada saat pubertas saat kulit wanita berubah lebih terang dan kulit pria berubah lebih gelap. Kulit wanita mungkin lebih terang karena memiliki lebih banyak lemak di bawah kulit yang merupakan sumber estrogen.
Dukungan bagi teori ini datang dari penanda lain adanya paparan hormone di dalam rahim yaitu rasio panjang jari telunjuk dan jari manis. Jari manis yang relative panjang merupakan tanda bahwa janin terpapar estrogen yang levelnya lebih tingi, sementara jari telunjuk yang relative panjang merupakan penanda paparan estrogen yang meningkat.
Riset menunjukkan bahwa wanita berkulit lebih terang juga cenderung memiliki jari telunjuk lebih panjang. Yang menarik, dan untuk melengkapi, kerentanan terhadap kanker payudara juga dihubungkan dengan jari telunjuk yang relative panjang.
Para peneliti mengatakan bahwa pada riset di masa depan, angka warna dari pasien kanker payudara dan dari kelompok control seusia yang sehat harus dicatat dan dibandingkan. Diprediksikan bahwa warna kulit pasien kanker lebih terang daripada yang sehat. Kulit cerah kemungkinan bisa dipakai untuk memprediksi keberadaan tumor secara dini, adanya penerimaan estrogen, dan progresivitas kanker payudara yang cepat. Angka ini juga bisa membantu dalam penanganan penyakit karena wanita berkulit lebih cerah kemungkinan cenderung lebih merespons obat pemblokir estrogen.

Lampu Pada Malam Hari Menyebabkan Kanker
Matikan lampu, cabut kabel tv, tutup gorden, lepaskan penutup mata dan ada kemungkinan anda hidup lebih lama.
Mematikan lampu bisa jadi tidak hanya baik bagi pemanasan global, menyelamatkan planet, dan mengurangi emisi karbondioksida (carbon footprint) anda, tetapi juga bisa menurunkan risiko terkena kanker. Di masa modern, kebanyakan orang menghabiskan hampir semua waktu terjaga mereka, baik pada siang maupun malam hari, di bawah sinaran cahaya alami atau buatan dari beragam jenis sumber, sangat berbeda dengan lingkungan tempat tubuh manusia dan jam tubuh berevolusi. Di masa lalu, semuanya sangat berbeda. Keadaan kurang lebih hitam atau putih, dengan terang pada siang dan gelap pada malam hari. Itu artinya kehidupan berjalan tidak rumit bagi jam tubuh dan penyokong utamanya, hormone melatonin, yang diproduksi kelenjar pineal sebagai respons terhadap kegelapan dan yang membantu kita tahu kapan harus tidur dan kapan harus bangun.
Produksi hormone ini memuncak pada tengah malam, lalu perlahan menurun hingga menjelang fajar. Produksinya dihambat oleh cahaya, dan itu artinya cahaya berlebih pada lama hari bisa mengakibatkan tubuh tidak mendapat cukup hormone melatonin, yang juga memiliki peran penting sebagai antioksidan pelawan penyakit. Beberapa studi terhadap hewan mengindikasikan melatonin bisa mencegah kerusakan DNA yang disebabkan oleh perkembangan beberapa jenis kanker.
Stephen Pauley, peneliti dari Idahom mengatakan bahwa tertekannya produksi melatonin oleh paparan cahaya pada malam hari bisa jadi merupakan satu alasan mengapa tingkat kanker payudara dan usus yang lebih tinggi terjadi di Negara berkembang dan bahwa teori ini pantas lebih diperhatikan. Dia mengatakan bahwa sekarang ada bukti yang mengaitkan paparan terhadap cahaya pada malam hari dengan kanker payudara dan usus pada pekerja shift. Dia menunjukkan bahwa lampu modern memancarkan lebih banyak panjang gelombang biru daripada lampu gas, minyak tanah, dan pijar yang terdahulu, dan bahwa cahaya biru diduga lebih efektif memblokir melatonin.
Pauley mengatakan bahwa tindakan pencegahan perlu dimulai sekarang dan semua pemasangan lampu seharusnya dirancang untuk meminimalkan gangguan terhadap ritme tubuh harian. Kita seharusnya tidur dalam kegelapan total, menggunakan lampu luar maupun dalam yang nonbiru dan tidak menyilaukan, dan kantor-kantor seharusnya menggunakan cahaya siang alami, atau jika hal itu tidak mungkin, menggunaakn cahaya putih berspektrum lengkap.
Penyahayaan ruang dalam pada malam hari harus redup dan panjang gelombang harus digeser ke kuning dan orange. Membaca menggunakan lampu pijar, bukan lampu fluoresen, dan TV tidak boleh dibiarkan menyala selagi kita tidur. Kerai harus ditutup jika ada penerangan jalan, dan pekerja shift harus tidur siang dalam kegelapan total dengan bantuan penutup mata.
Sampai lebih banyak riset secara langsung menghubungkan paparan terhadap cahaya pada malam hari dengan naiknya tingkat kanker manusia, ada baiknya mempertimbangkan usaha preventif dalam aplikasi praktik penggunaan cahaya sehari-hari, kata para peneliti. Pekerja shift harus diberi tahu bahwa studi pendahuluan sekarang mengindikasikan adanya risiko kesehatan yang diasosiasikan dengan pekerjaan yang dilakukan pada jam kerja dini  hari, dan bahwa risiko kanker payudara dan usus meningkat sejalan dengan naiknya jumlah hari kerja shift.


No comments:

Post a Comment